Lebih Pintar Lagi dalam Mendapatkan Informasi di Media Sosial Karena Maraknya Buzzer Pemerintah
Di tengah ramainya demo kali ini, media sosial juga menjadi tempat utama bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat, mengkritik kebijakan, dan berdiskusi tentang suatu isu. Namun, dengan banyaknya akun yang tidak di kenali, kebebasan berpendapat ini malah di hadapi dengan maraknya akun yang di curigai sebagai akun pemerintah. Yang menjadi pertanyaannya, siapa Mereka? apakah Mereke berada di pihak rakyat?
Kenali Buzzer Pemerintah
Buzzer dari pemerintah biasanya menyuarakan dukungan terhadap kebijakan atau tokoh pemerintah, baik secara sukarela, berbayar, ataupun melalui perjanjian secara tidak langsung. Banyak dari akun-akun ini yang merupakan akun tidak terverifikasi, memiliki banyak pengikut, dan terlibat dalam kampanye digital yang terkoordinasi. Kegiatan Mereka mencakup :
- Membela kebijakan atau tokoh pemerintah secara masif
- Menyerang pihak yang kritis, seperti aktivis, jurnalis, akademisi, termasuk influencer.
- Menyebarkan informasi yang mendistorsi fakta
Batas Tipis antara Informasi dan Propaganda
Dukungan kepada pemerintah bukanlah suatu hal yang salah. Namun, masalah dapat terjadi ketika buzzer tidak hanya membela, tetapi mulai mengintimidasi, menghina, atau bahkan melakukan serangan secara personal terhadap Mereka yang menyuarakan kritik. Dalam banyak kasus, kritik biasanya di anggap “menyerang” terhadap negara.
Beberapa indikator berbahaya dari aktivitas buzzer pemerintah:
- Koordinasi narasi: Puluhan akun menyuarakan hal yang sama dalam waktu bersamaan, menciptakan kesan opini publik padahal berasal dari jaringan yang sama.
- Doxing: Penyebaran data pribadi pihak yang mengkritik pemerintah.
- Delegitimasi: Menuduh pengkritik sebagai antek asing, anti-NKRI, atau bagian dari oposisi politik tertentu.
- Penyebaran disinformasi: Mengaburkan fakta dan memanipulasi data demi kepentingan narasi tertentu.
Dampaknya Terhadap Kebebasan Berekspresi
Kebebasan berpendapat dijamin dalam konstitusi Indonesia, khususnya dalam Pasal 28E dan 28F UUD 1945. Namun, kehadiran buzzer dalam konteks ini telah menciptakan efek pembungkaman (chilling effect) yang signifikan.
Banyak warga yang menjadi enggan menyampaikan pendapat secara terbuka karena takut di serang. Aktivis, akademisi, influencer hingga warga biasa bisa menjadi sasaran serangan siber hanya karena menyampaikan kritik yang sah. Akibatnya, ruang publik digital tidak lagi terasa aman untuk berdiskusi secara sehat.
Apa yang Bisa di Lakukan Masyarakat?
- Literasi Digital
Tingkatkan kemampuan Anda dalam mengenali akun yang menyebarkan informasi yang tidak benar. Pelajari cara membedakan antara pendapat alami dan cerita yang di susun dengan rapi. - Laporkan Serangan Siber
Gunakan fitur “Report” pada platform, atau laporkan ke organisasi bantuan hukum jika adanya doxing atau intimidasi. - Dukung Media Independen
Media yang independen berperan penting dalam menjaga keseimbangan informasi. Dukung tokoh publik, influencer, aktivis, hingga rakyat yang kritis dan akurat.
Buzzer pemerintah bukan hanya sekedar suatu fenomena komunikasi politik, tetapi Mereka telah menjadi alat kekuasaan yang bisa mengaburkan kebenaran dan mengatasi suara kritik yang sah. Dalam era informasi yang cepat dan banyak, masyarakat harus lebih waspada. Demokrasi tidak hanya tentang pemilu, tetapi juga tentang ruang yang aman untuk menyampaikan pendapat dan memiliki pandangan yang berbeda.
Baca Juga : Bagaimana jasa Report Meningkatkan Peluang Akun Spam Terhapus di TikTok
